3.14.2011
BOB SADINO : Belajar dari Ayam
Sangat mudah mengenali dan mengingat penampilan sosok pengusaha, Bob Sadino. Sangat sederhana dan low profile : bercelana pendek dan baju tangan pendek. Jauh berbeda dengan kebanyakan pengusaha yang sering dibayangkan berpenampilan perlente, rapi dan pakai jas.
Siapa nyana, dengan penampilan yang simpel itu, Bob merupakan seorang pengusaha sukses? Pria kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 ini adalah pemilik Supermarket Kem Chicks, PT. Kem Foods yang memproduksi sosis dan ham, PT. Kem Farms (kebun sayur) serta Dirut PT. Boga Catur Rata.
Ternyata kesuksesan pengusaha satu ini tidak diraih dengan mudah, meski ia berasal dari keluarga kaya dan ia sempat hidup makmur di negeri Belanda. Kerja keras yang dilakukan untuk meraih kesuksesan itu justru berawal dari kejatuhan hidup yang cukup dalam.
Alkisah, ketika berusia 19 tahun, bungsu dari lima bersaudara ini menerima warisan harta orang tua. Warisan itu digunakannya untuk berkeliling dunia dan membawanya sampai ke Belanda untuk menetap dan bekerja selama sembilan tahun. Di sini pula ia bertemu jodohnya, Soelami Soejoed. Pada 1967, Bob dan keluarga memutuskan kembali ke tanah air membawa harta 2 mobil mercedes. Satu mobil itu dijual untuk membeli tanah di Kemang, Jakarta dan satu lagi dipakainya untuk dijadikan taksi dan Bob sendiri yang menjadi supirnya.
Satu hari mobil sumber penghasil uang itu disewakan, namun malang tak dapat ditolak, mobil mengalami kecelakaan parah hingga hancur. Sehingga, Bob kehilangan mata penghidupan. Demi menyambung nafas diri dan keluarganya, Bob lalu menjalani pekerjaan sebagai kuli bangunan dengan upah Rp. 100,- Bob yang hanya lulusan SMA ini mengalami depresi.
Beruntung, seorang kenalannya –Sri Mulyono Herlambang menghayati kejatuhan Bob saat itu. Untuk memberinya penghiburan, sang kenalan Bob ini memberinya 50 ekor ayam ras untuk dipelihara dan diternakkan. Dari sinilah awalnya ilham untuk memulai wirausaha. Ketika memperhatikan ayam-ayam peliharaannya itulah, Bob berpikir : ‘Ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun bisa.’
Sebagai peternak ayam, Bob bersama istri setiap hari menjual beberapa kilogram telur kepada para tetangganya di Kemang yang banyak menetap orang Asing. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Dari titik ini, Bob menyelami diri pribadi dari yang semula feodal menjadi pelayan. Semuanya demi menyenangkan pelanggan/ konsumen, karena ada kalanya Bob mendapat makian bila pelayanan dirasa kurang berkenan.
Usaha Bob Sadino pun mulai berkembang dan bercabang-cabang. Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan
menangkap peluang.
Menurutnya rencana tidak harus selalu baku dan kaku. Kelemahan banyak orang, di mata Bob terlalu banyak berpikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob yang memperlakukan perusahaan dengan para karyawannya seperti sebuah keluarga.