5.29.2012

Wisata Punclut Bandung, Wisata Rakyat



Pemandangan pebukitan Punclut, Bandung
Menikmati suasana alam pegunungan kota Bandung, sambil menyantap hidangan khas Sunda di saung-saung yang bersahaja. Inilah antara lain yang ditawarkan oleh tempat wisata Punclut Bandung –sebuah kawasan perbukitan di arah Utara Kota Bandung.

Lokasi ini sangat populer di segala lapisan rakyat kota Bandung. Bisa dikatakan Punclut telah menjadi tempat wisata yang merakyat di antara warga kota kembang ini. Sebenarnya kata Punclut adalah singkatan dari Puncak Ciumbuleuit Utara.  

Benar, perbukitan ini letaknya memang persis di Utara daerah Ciumbuleuit. Tidak sulit mencari kawasan Punclut. Jalan di Punclut yang banyak terdapat saung-saung penjaja hidangan Sunda itu sendiri sebenarnya bernama Jalan Bukit Raya. Untuk menuju ke sini dari arah tengah kota Bandung dapat dicapai dari Jl. Ciumbuleuit, tepatnya di dekat Rumah Sakit Salamun. Barulah, dari titik itu dilanjutkan ke Jalan Bukit Raya.

Dari waktu ke waktu Punclut terlihat semakin ramai pengunjung. Namun, kepadatan yang luar biasa biasanya terjadi pada setiap Hari Minggu pagi hingga tengah hari. Ribuan orang memadati Punclut bahkan sejak pagi buta. Orang-orang ini umumnya menjadikan Punclut sebagai arena olahraga jalan pagi. Sehingga, tak heran di setiap Hari Minggu akan kita lihat pemandangan orang-orang yang hanya berbaju training, kaos, celana pendek untuk berolahraga di sini, sambil tentu saja menikmati pemandangan alam pegunungan Bandung dan udaranya yang segar.

Konon, di Punclut inilah merupakan dataran tertinggi terdekat yang dapat dicapai di kota Bandung. Di sini kita dapat membuktikan benarlah adanya kota Bandung di lingkupi oleh pegunungan. Secara geografis Bandung dapat diserupakan sebagai bagian tengah mangkuk, sementara sekelilingnya adalah gunung-gunung. Di sebelah Utara ada gunung Tangkuban Perahu dan Burangrang. Sementara, di arah Selatan dapat kita lihat deretan pegunungan Patuha, Malabar dan Manglayang selayaknya benteng melingkupi Bandung.

Udara di Punclut masih sangat segar. Bila pagi masih sangat dini, maka kabut atau halimun masih akan melingkupi kawasan Punclut. Bila hari beranjak siang, pemandangan kota Bandung dapat terlihat pula dari sini. Seperti landmark Jembatan Layang Surapati dan Menara Kembar Masjid Agung Raya di Alun-alun Kota. 

Wisata Kuliner dan Belanja

Lelah berolahraga pagi dan berjalan kaki, tentunya perut jadi lapar. Tak perlu khawatir kesulitan mencari tempat makan di perbukitan ini. Karena di sepanjang Jalan Bukit Raya berjajar saung-saung penjual makanan, terutama sajian Sunda yang khas. 

Satu kekhasan masakan Sunda di Punclut ini nasi yang disajikan kebanyakan berupa nasi merah, juga nasi yang berwarna agak kehitaman, selain nasi putih biasa juga ada. Bukankah nasi merah memang lebih sehat dan kaya serat ? Jadi, tambah berselera makan. Teman santapnya ayam bakar, aneka ikan goreng, aneka pepes, tempe, tahu, sambal terasi, dan tentu saja aneka lalapannya. Harganya sangat terjangkau berkisar 15.000 rupiah saja untuk satu porsi makan nasi lengkap dengan lauk pauknya.

Di setiap Hari Minggu pula, ratusan pedagang kaki lima dari berbagai penjuru Bandung berjualan di sepanjang Jalan Bukit Raya. Nah, inilah yang saya rasakan wisata Punclut jadi meriah. Jalan yang hanya seluas 3-5 meter itupun jadinya penuh sesak oleh para pedagang dan pengunjung. Punclut menjadi pasar kaget.

Barang yang dijajakan beragam : ada pakaian, tanaman hias, sepatu, DVD, jam tangan, barang-barang elektronik, peralatan rumah tangga, tanaman hias, sayur-sayuran, sampai binatang piaraan seperti kelinci dan marmut. Ada pula penganan khas semisal oncom goreng, bandrek, galendo (olahan kelapa), pisang goreng raja, surabi, dan tutut. Harganya ramah di kantung rakyat --hehe berkisar Rp 500 sampai Rp 25.000.

Abadikan moment keceriaan anda :



Di hari-hari biasa, kawasan Punclut tetap berdenyut. Namun, tak seramai wisata rakyat di Hari Minggu. Sebagian orang malah mendatangi Punclut di malam hari. Menikmati pemandangan kerlap kerlip kota Bandung dari ketinggian, sambil menyantap hidangan khas Sunda di saung yang bersemilir angin. Romantis, bukan?