Hutan pinus di tengah kota : Tahura Djuanda |
Sesuai namanya, gerbang masuk Tahura Djuanda memang terletak di Jl. Ir. H. Djuanda atau populer dengan nama Jalan Dago. Ini bukan satu-satunya pintu masuk, tapi inilah pintu masuk terdekat bila pengunjung datang dari tengah kota. Cari saja sign bertuliskan Dago Pakar (sebutan lain untuk taman hutan ini) di pinggir jalan Dago (sebelum sampai terminal).
Untuk masuk hutan ini, memang tidak gratis. Pengunjung
perlu membayar Rp. 8000 per orang, sedangkan untuk wisatawan mancanegara
tarifnya berbeda Rp. 50.000 per orang. Biaya masuk kendaraan roda dua Rp.
5000,- dan roda empat Rp. 10.000,-
Bila anda ingin bersantai sekedar menikmati suasana
hutan, maka berjalan-jalan di sekitar tak jauh pintu masuk sudah cukup. Ada
jejeran pohon-pohon pinus, saung-saung tempat beristirahat, warung-warung
penjual makanan, area bermain anak, juga panggung tempat pergelaran seni, Museum
Djuanda, rumah flora, bahkan penginapan. Semua fasilitas ini dikelola oleh
dinas terkait Pemprov Jawa Barat.
Foto : Dinas Pariwisata Jabar |
Selain itu ada pula peninggalan sejarah berupa gua buatan
yakni Gua Jepang dan Gua Belanda yang menjadi obyek wisata di Tahura ini. Konon, dua gua ini dipakai pada masa penjajahan, bukan hanya sebagai tempat
perlindungan namun juga penjara bagi orang pribumi. Bila anda takut untuk
menyusuri gua, ada guide yang bersedia membantu. Atau sekedar melihat-lihat di
mulut gua pun tak apa. Nah, itulah yang saya lakukan. Bila ingin melihat air terjun terdekat, bisa mencari
Curug Dago.
Gua Belanda |
Sebagai hutan konservasi, Tahura Djuanda tentu
menyimpan kekayaan flora dan fauna. Luasnya sekitar 527 hektar, membentang dari
Dago hingga Kecamatan Lembang, serta sebagian di Kecamatan Cimenyan Kabupten Bandung
Barat. Awalnya, ini merupakan Hutan Lindung Gunung Pulosari yang dirubah
fungsinya menjadi Taman Wisata Curug Dago pada 1980. Lalu, berubah lagi menjadi
Tahura Djuanda pada 1985 berdasarkan Kepres.